Arti Kata Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh. Silih asih, silih asah, dan silih asuh merupakan pameo budaya Sunda. Ia
menunjukan karakter yang khas dari budaya religious Sunda sebagai
konsekuensi dari pandangan hidup keagamaannya.
Silih asih adalah wujud komunikasi dan interaksi religious-sosial yang
menekankan sapaan cinta kasih Tuhan dan merespons cinta kasih Tuhan
tersebut melalui cinta kasih kepada sesame manusia. Dengan ungkapan
lain, silih asih merupakan kualitas interaksi yang memegang teguh
nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan. Semangat ketuhanan
dan kemanusiaan inilah yang melahirkan moralitas egaliter (persamaan)
dalam masyarakat. Dalam tradisi masyarakat silih asih, manusia saling
menghormati, tidak ada manusia yang dipandang superior maupun imperior,
sebab menentang semangat ketuhanan dan kemanusiaan. Mendudukan manusia
pada kedudukan superior atau imperior merupakan praktek
syirik-sosial. Ketika ada manusia yang dianggap superior (tinggi),
berarti mendudukan manusia sejajar dengan Tuhan, dan jika mendudukan
manusia pada kedudukan yang imperior (rendah), berarti mengangkat
dirinya sejajar dengan Tuhan. Dalam msyarakat silih asih manusia
didudukkan secara sejajar atau egaliter (Rakep dendeng papak sarua) satu
sama lainnya. Prinsip egaliter ini kemudian melahirkan etos musyawarah,
kerjasama, dan sikap untuk senantiasa bertindak adil. Etos dan
moralitas inilah yang menjadikan masyarakat Sunda teratur, dinamis, dan
harmonis. Tradisi silih asih sangat berperan dalam menyegarkan kembali
manusia dari keterasingan dirinya dalam masyarakat sehingga citra
dirinya terangkat dan menemukan ketenangan. Ini merupakan sumber
keteraturan, kedinamisan, dan keharmonisan masyarakat, sebab manusia
yang terasing dari masyarakatnya cenderung mengalami kegelisahan yang
sering diikuti dengan kebingungan, penderitaan, dan ketegangan etis
serta mendesak manusia untuk melakukan pelanggaran hak dan tanggung
jawab social.
Masyarakat silih asah adalah masyarakat yang saling mengembangkan diri
untuk memperkaya khazanah pengetahuan dan tekhnologi. Tradisi silih asah
melahirkan etos dan semangat ilmiah dalam masyarakat religious
merupakan upaya untuk menciptakan otonomi dan kedisiplinan sehingga
tidak memiliki ketergantungan terhadap yang lain, sebab tanpa tradisi
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan semangat ilmiah, suatu masyarakat
akan mengalami ketergantungan sehingga mudah tereksploitasi, tertindas,
dan terjajah. Silih asah adalah semangat interaksi untuk saling
mengembangkan diri kea rah penguasaan dan penciptaan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi sehingga masyarakat memiliki tingkat otonomi dan disiplin
yang tinggi. Dalam masyarakat Sunda yang silih asah, ilmu pengetahuan
dan tekhnologi mendapat bimbingan etis sehingga ilmu pengetahuan dan
tekhnologi tidak lagi angkuh, tetapi tampak anggung, bahkan memperkuat
ketauhidan. Integrasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan etika ini
merupakan terobosan baru dalam kedinamisan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dengan membuka dimensi transenden, dimensi harapan, evaluasi
kritis, dan tanggung jawab.
Masyarakat silih asuh memandang kepentingan kolektif maupun pribadi
mendapat perhatian serius melalui saling control, tegur sapa, dan saling
menasehati. Budaya silih asuh inilah yang kemudian memperkuat ikatan
emosional yang telah dikembangkan dalam tradisi silih aih dan silih asah
dalam masyarakat Sunda. Oleh karena itu, dalam masyarakat Sunda sangat
jarang terjadi konflik dan kericuhan, tetapi ketika ada kelompok lain
yang mencoba mengusik ketenangannya, maka mereka bangkit melawan secara
serempak (simultan). Budaya silih asuh inilah yang merupakan manifestasi
akhlak Tuhan Yang Maha Pembimbing dan Maha Menjaga. Hal inilah yang
kemudian dilembagakan dalam silih amar ma’ruf nahi munkar. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa silih asuh merupakan etos pembebasan
dalam masyarakat Sunda dari kebodohan, keterbelakangan, kegelisahan
hidup, dan segala bentuk kejahatan.
Dengan demikian, busaya silih asih, silih asah, dan silih asuh tetap
akan selalu relevan dalam menghadapi tantangan modernisasi. Melalui
strategi budaya silih asih, silih asah, dan silih asuh, manusia modern
akan dikembalikan citra dirinya sehingga akan terbatas dari kegelisahan,
kebingungan, dan penderitaan serta ketegangan psikologis dan etis.